Selasa, 28 September 2010

Berbisnis dengan Hati Bag V

BERBISNIS DENGAN CINTA

Tahukah Anda, apa kekuatan utama dalam bisnis ?
Uang ? Bukan
Kekuasaan ? Juga bukan
Lalu, apa ?
Cinta!!!!
Ya, kekuatan utama yang mampu menggerakkan bisnis kita hingga mencapai
kesuksesan adalah cinta. Dalam berbisnis, kita sering lupa bahwa yang kita hadapi
setiap hari sebenarnya adalah manusia, bukan mesin atau computer. Sukses
tidaknya kita berbisnis banyak bergantung dari dukungan orang – orang sekitar
kita. Jika mereka mencintai kita, tentu mereka akan dengan sepenuh hati
memberikan segalanya buat diri kita.
Bayangkan saja jika Anda sedang jatuh cinta kepada seseorang. Anda tentu selalu
berusaha menyenangkan Sang Kekasih, bukan ? Apapun yang dimintanya, pasti
akan diupayakan sekuat tenaga untuk dipenuhi Anda.
Selain itu, kita pun tentu harus mencintai apa yang kita kerjakan. Dengan
demikian, kita akan melakukan pekerjaan itu dengan tulus, penuh komitmen, dan
berusaha memberikan yang terbaik dari diri kita.
Maka, cinta bukan hanya elemen paling penting dalam kehidupan pribadi kita.
Dalam kehidupan professional atau bisnis, cinta juga sangat berperan penting.
Ini pulalah yang dikemukakan Tim Sanders, Chief Solutions Officer di Yahoo!,
dalam bukunya Love is the Killer App. Untuk berhasil dalam bisnis, seseorang
harus menjadi apa yang disebut oleh Tim Sanders sebagai ‘lovecat’. ‘Lovecat’
adalah seseorang yang pintar, mampu menyenangkan orang lain, dan mencintai
apa yang dikerjakannya dengan sepenuh hati.
Seorang ‘lovecat’ akan terus berupaya menambah pengetahuannya (knowledge)
dalam berbagai bidang. Namun, pengetahuan ini baru akan menjadi berguna jika
ia membaginya dengan orang lain. Karena itu, jika harus terus menjalin dan
mengembangkan relasi dengan semua orang (network). Seorang ‘lovecat’ juga
harus bisa menunjukkan rasa empati kepada orang lain dan tidak segan – segan
membantu jika diperlukan (compassion). Orang akan mengingat perlakuan baik
kita ini. Dan jangan lupa, sikap ini juga akan membuat orang lebih mudah
memaafkan jika kita membuat kesalahan.

Ketiga asset tidak terlihat (intangible assets) inilah – pengetahuan (knowledge),
menjalin relasi (network ), serta raa empati dan keinginan untuk selalu membantu
(compassion) – yang harus terus dikembangkan dalam diri kita. Inilah aspek –
aspek penting yang akan membuat kita mampu mempengaruhi orang lain, dan
akhirnya membuat mereka menghargai kita sebagai seorang rekan ataupun
pimpinan.
Kita juga harus menyadari, bisnis sebenarnya adalah sebuah permainan. Tentu
saja, kita semua ingin memenangkan ‘permainan bisnis’ ini. Pemenang permainan
ini adalah orang yang mencintai apa yang ia kerjakan dengan memahami aturan –
aturan permainan secara baik.
Namun, jika dibandingkan dengan pria, wanita tidak mengetahui dan memahami
sebagian besar aturan itu. Akibatnya, mereka kurang berhasil dalam ‘permainan
bisnis’ ini. Bisa kita lihat, hanya sedikit wanita yang berhasil menduduki posisi
puncak di berbagai perusahaan. Mengapa ? Pria tahu dan paham aturan – atuaran
ini karena mereka menciptakannya. ‘Permainan bisnis’ ini telah dimainkan oleh
para pria sejak mereka masih sangat muda. Di lain pihak, wanita tidak pernah
diajarkan bagaimana cara memainkan ‘permainan bisnis’ ini.
Dalam bukunya Play Like A Man, win Like A Woman, Gail Evans, seorang
Executive Vice President di CNN, mengatakan bahwa memang sudah dari
sononya , pria lebih agresif, lebih terus – terang, berani mempromosikan diri,
‘berkulit badak’ , dan lebih mementingkan mencapai kemenangan daripada
menjaga hubungan baik.
Sebaliknya, wanita diajarkan untuk lebih bersikap koorperatif daripada kompetitif,
lebih menikmati proses daripada hasil, dan lebih mencari persetujuan daripada
mencari kesuksesan. Wanita juga cenderung tidak berani mengungkapkan
pendapatnya, karena takut dianggap salah atau tidak sopan. Sifat – sifat dan sikap
– sikap yang kelihatannya saling bertolak belakang inilah yang membuat sebagian
besar wanita kurang berhasil menjadi pemimpin di lingkungan bisnis yang
didominasi pria ini.
Jangan salah, wanita tidak harus ‘menjadi’ pria untuk berhasil dalam bisnis.
Memang, wanita harus mengetahui dan memahami aturan – aturan ‘permainan
bisnis’ ini. Namun, ia harus tetap bersikap sebagai seorang wanita. Dengan kata
lain, seorang wanita harus mencintai ‘permainan bisnis’ ini dan sekaligus
mencintai dirinya sendiri.
Lantas, apa hubungannya semua ini dengan lanskap bisnis Venus seperti yang
sudah saya ceritakan bulan lalu ?
Di dunia Venus ini, keunggulan kompetitif utama kita sebagian besar berasal dari
feel benefit, bukan think benefit. Feeling atau perasaan merupakan akar yang
dalam banyak hal mempengaruhi semua perilaku, karena perasaan terkait dengan

emosi. Emosi sangat mempengaruhi pemikiran seseorang. Emosi membentuk dan
mempengaruhi penilaian. Emosi pula yang membentuk perilaku.
Ingatlah pula, emosi ini ‘menular’. Maksudnya, jika karyawan perusahaan tidak
mersa nyaman dengan apa yang dikerjakannya, tentu ia tidak akan mampu
memberikan perasaan nyaman pula kepada pelanggan. Sebaliknya, jika karyawan
itu mencintai apa yang dikerjakannya, tentu ia akan dengan senang hati melayani
pelanggan dan membuat pelanggan merasa nyaman pula.
Maka, perhatikanlah hal ini dengan sungguh – sungguh!
Pemenang utama dalam ‘permainan bisnis’ adalah orang yang mencintai apa yang
dikerjakannya. Kita tidak dapat bermain dengan baik jika kita tidak
menikmatinya. Maka, cintailah sebenarnya kebutuhan utama dan satu – satunya
bagi kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun professional. Ingat apa yang
diakatan The Beatles, band legendaries yang juga merupakan band favorit saya,
All You Need is Love ?
Bagaimana pendapat Anda ?
(Dimuat di Jawa Pos edisi Februari 2004)

LEADERSHIP IN VENUS :
“I DID IT MY WAY”
Saya sudah berkeliling dunia untuk mengahadiri berbagai leadership forum dan
bertemu dengan berbagai pemimpin kelas dunia. Tapi, bagi saya, opening speech
Mahathir Mohamad pada acara Asia Inc For um on Leadership for Southeast Asia
di Putrajaya, Malaysia tanggal 9 – 10 Juni 2003 lalu memang benar – benar
mengesankan.
Secara singkat, pemimpin Malaysia ini dalam kata – kata bijaknya mengatakan,
“If you do things that are expected of you, then that’s not a decision at all. You’re
not a leader, you are just follower …..As I have said, we [leaders] do not just
follow. We think about doing things our own way. You know the song My Way ?
People like to sing that song when I’m present because they say that I like to do
things my way.”
Luar biasa! Inilah gaya kepemimpinan Mahatir. Mari kita lihat kebelakang
sejenak beberapa langkah yang telah diambilnya sebagai Perdana Menteri
Malaysia.
Mahatir berhasil mebciptakan sebuah kelas menengah Melayu melalui affirmative
action policies di bidang ketenagakerjaan dan pendidikan tinggi. Berbagai proyek
juga dikerjakan untuk membangkitkan kebanggaan Melayu yang selama ini
dianggap sebagai ras kelas dua; antara lain dengan membangun Menara Kembar
Petronas, yang merupaka n gedung tertinggi di dunia, dan juga mengembangkan
“Multimedia Super Corridor” untuk menyaingi Silicon Valley di California.
Walaupun menerapkan kebijakan diskriminasi positif ini, tidak ada gejolak yang
berarti di negaranya. Ia berhasil mempertahankan ke seimbangan dan keserasian di
antara tiga ras utama di Malaysia, yaitu Melayu, Cina, dan India.
Di lain pihak, Mahatir juga controversial. Ia kerap mengkritik secara keras dan
terbuka mengenai standr ganda yang diterapkan pihak Barat, padahal pihak Barat
ini jugalah yang banyak berinvesati di Malaysia. Di dalam negeri, ia juga tidak
segan – segan bertindak tegas terhadap berbagai pihak yang dianggap tidak
sejalan dengan dirinya.
Mahatir juga dengan berani mengubah system yang sudah berlaku selam puluhan
tahun. Misalnya, ia mengeluarkan kebijakan yang mengurangi kekuasaan (curbed
the powers of) sultan – sultan, sehingga mereka tidak lagi kebal hokum dan

mendapatkan berbagai kemudahan dalam berbisnis seperti yang sudah dinimati
selama puluhan tahun.
Saat krisis Asia di tahun 1998, pemimpin Mahatir yang berusia 77 tahun ini
dengan berani mengambil langkah yang bertentangan dengan kebijakan
konvensional (conventional wisdom) saat itu. Ia tidak meminta bantuan IMF
seperti lazimnya negara – negara Asia lain yang terkena krisis. Ia pun mensuspend
perdagangan ringgit Malaysia dengan menerapkan kebijakan capital
control. Walaupn langkah ini ditentang IMF dan dikritik banyak pihak, nyatanya
ekonomi Malaysia bisa pulih lebih cepat daripada negara – negara tetangganya
yang justru meminta bantuan IMF.
Saya lihat, walaupun ia seorang intelektual, berbagai langkahnya ini terkadang
justru tidak dapat diterima secara logis. Jika berdasarkan pertimbangan –
pertimbangan rasional semata, para pemimpin lain mungkin tidak akan
mengambil langkah menentang system yang ada. Namun, di samping berbagai
pertimbangan rasional, Mahatir juga memiliki keyakinan emosional dan spiritual
bahwa yang dilakukannya adalah yang terbaik bagi rakyatnya. Keyakinan inilah
yang akhirnya melahirkan berbagai langkah yang kerap dipandang controversial.
Semua hal tersebut menunjukkan bahwa Mahatir berani challenged the process
dan mengambil resiko mengambil keputusan yang sulit dan tidak popular. Inilah
karakteristik utama seorang leader seperti yang diutarakan James M. Kouzes and
Barry Z. Posner dalam bukunya yang popular, The Leadership Challenge, yang
dipakai sebagai text book leadership di IBM.
Pemimpin adalah orang yang akatif, memilih bertindak daripada berdiam diri
menunggu inisiatif orang lain. Pem impin adalah mereka yang berani melakukan
tindakan – tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Mereka
melakukan inovasi dan eksperimen untuk menemukan cara – cara baru dan lebih
baik dalam melakukan suatu hal. Pendeknya, mereka adalah orang – orang yang
berani melakukan dan mengahadapi perubahan.
Pemimpin juga berusaha agar para pengikutnya siap untuk berubah. Pendekatan
yang dilakukan pun bukan hanya pendekatan rasional, namun juga emosonal.
Seperti yang dikatakan John P. Kotter dan Dan S. Cohen dalam bukunya The
Heart of Change, analisis rasional diberikan oleh pemimpin agar para pengikutnya
berpikir tentang perubahan yang terjadi, dan akhirnya mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan itu (analysis – think – chage). Namun yang lebih penting,
pemimpin juga harus membantu pengikutnya untuk melihat perubahan yang ada,
merasakan pentingnya perubahan itu, dan akhirnya secara emosional mau
menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada (see – feel – change).
Dengan bekal emosional dan spiritual competence itu, Mahatir sukses memimpin
dan memasarkan Malaysia. Selama 22 tahun masa kekuasaannya, ia berhasil
membawa Malaysia dari sekedar negara pengekspor karet dan timah menjadi

salah satu negara industri modern yang memproduksi peralatan elektronik, besi
baja, dan mobil. Brand “Malaysia” pun dihormati berbagai kalangan dan mampu
memikat customers di berbagai penjuru dunia.
Maka untuk menjadi seorang pemimpin yang sukse di lanskap bisnis baru yang
semakin emosional ini, atau itilah saya “Venus landscape”, intellectual
competence saja tidaklah cukup. Ia terutama harus memiliki emotional
competence dan spiritual competence agar mampu menjadi great leader di dunia
Venus ini.
(Dimuat di Asia Inc. edisi Agustus 2003)


TENTANG PENULIS
KH. Abdullah Gymnastiar, akrab disapa Aa Gym adalah dai sekaligus
penceramah yang paling popular di Indonesia. Beliau membawakan konsep baru
dalam dakwah dengan mengajak orang memahami hati atau qalbu, untuk
mengenali diri sendiri. Konsep ini dikenal dengan Manajemen Qolb u.
Pemimpin Ponpes Daarut Tauhiid Bandung itu pernah tampil di acara Sixty
Minutes di TV NBC, AS, bulan November 2002. Media televise di AS itu tertarik
menampilkan Aa Gym karena ia dinilai menghadirkan sebuah nuansa Islam yang
sejuk dan damai. Time bahkan menjuluki beliau sebagai The Holly Man.
Selain penceramah yang disegani, Aa Gym adalah marketer yang tangguh. Beliau
menjalankan bisnis sebagai ibadah. Konsep yang beliau jalankan adalah
menyatukan antara dzikir, piker dan ikhtiar. Selain berhasil mengelola Yayasan
Pesantren Daarut Tauhiid di Bandung, ia juga berhasil dalam mengelola kelompok
bisnisnya di bawah bendera Manajemen Qolbu. Holding company ini membawahi
sekitar 19 anak perusahaan yang bergerak di bidang mini market, warung
telekomunikasi, kafe, penerbitan, stasiun radio, televise local, pembuatan kaset,
dan VCD. Omzetnya mencapai miliaran rupiah.
Hermawan Kartajaya, adalah Founder dan President MarkPlus&Co dan
President Worl Marketing Association (WMA). Hermawan adalah pembicara
seminar serta penulis kolom dan buku yang produktif. Buku terakhirnya :
Repositioning Asia: Forum Bubble to Sustainable Economy (John Wiley&Son,
2000), Rethinking Market-ing:Sustainable Marketing Enterprise in Asia (Prentice
Hall, 2002), keduanya ditulis bersama Prof. Philip Kotler, Hermawan Kartajaya
on Marketing (Gramedia Pustaka Utama, 2003), Marketing in Venus (Gramedia
Pustaka Utama, 2003) dan On Becoming a Customer-Centric Company
(Gramedia Pustaka Utama, 2004). Pada tahun 2003, dianugrahi gelar sebagai “50
gurus who have shaped the future of marketing” oleh CIM-UK, bersama satu
orang wakil Asia yang lain, yakni Kenichi Ohmae dari Jepang.

Tidak ada komentar: