Selasa, 28 September 2010

Berbisnis dengan Hati Bag III

THE 10 CREDOS OF
COMPASSIONATE
MARKETING
Oleh : Hermawan Kartajaya
“CAN YOU PRACTICE WHAT YOU PREACH, AND
WOULD YOU TURN THE OTHER CHEEK?”
WHERE IS THE LOVE, BLACK EYED PEAS
***

Saya merasa terhormat ketika diundang untuk berceramah bersama dengan KH
Abdullah Gymnastiar. Bagi saya, Aa Gym adalah asset nasional. Dan kalau kalau
orang di seluruh dunia tahu, sebetulnya Aa Gym sudah merupakan asset dunia.
Karena itu ketika saya mendapat undangan untuk mengisi ceramah bersama Aa
Gym, saya langsung membentuk tim di MarkPlus&Co yang terdiri dari teman –
teman Muslim. Saya minta mereka mempelajari buku – buku Aa Gym,
berkonsultasi dengan pakar bisnis Islam, dan mempelajari kitab suci untuk
memperkaya konsep yang sedang saya kembangkan.
Inilah konsep Compassionate Marketing yang pertama kali saya share bersama
Aa Gym di Bandung beberapa waktu yang lalu.
Saya melihat, dengan berkembangnya IT yang semakin meningkat, informasi
semakin banyak, ternyata orang menjadi semakin bingung. Tidak seperti yang
dulu diharapkan, kalau informasi semakin banyak, kita semakin pasti. Akibatnya,
sekarang orang lebih membutuhkan spiritualitas dari pada dulu.
Dalam pikiran saya ada tiga era perkembangan spiritual.
Era pertama ketika orang melakukan polaris, antara spiritual itu sendiri dan
bisnis. Saya masih ingat ada salah satu bos yang tidak perlu saya sebutkan
namanya. Dia adalah salah satu bos besar dalam bisnis di Indonesia. Bos ini
mengatakan pada saya “Hermawan, kalau kamu mau berbisnis jangan berpikir
soal agama. Bisnismu itu di kiri, agama itu di kanan. Kalau kamu mau mendalami
agama, pelajarilah betul – betul, jadilah kiai, jadilah pendeta, jadilah biarawan.”

Inilah yang saya sebut sebagai era pertama ketika orang benar- benar memisahkan
antara urusan spiritual dengan urusan bisnis.
Kemudian muncul era kedua, yang dimulai ketika keadaan makin tidak menentu.
Ketika lanskap bisnis semakin berubah terus, tidak stabil, orang mulai bingung,
orang mulai melakukan yang namanya balancing. Mereka berbisnis dengan cara
dunia, mereka tidak segan – segan meminta – minta, berkolusi ataupun melakukan
tindakan – tindakan yang tidak etis. Tidak malu – malu, karena pada umumnya
semua pebisnis melakukan hal seperti itu. Bahkan kalau pebisnis tidak melakukan
hal seperti itu, mereka dianggap bukan pebisnis.
Namun ada sejumlah pebisnis yang menyumbangkan sebagian hasil binisnya yang
dilakukan secara kurang etis tersebut untuk kepentingan spiritual. Jadi semacam
Robin Hood. Di era tersebut orang akan berpikir, saya binisnya boleh menyuap,
boleh menerima hasil korupsi asal uangnya disumbangkan lagi untuk kegiatan –
kegiatan kemanusian, social dan keagamaan.
Saya melihatnya era ini sudah berlalu. kita mesti masuk pada era ketiga, bukan
lagi era balancing tetapi masuk pada era integration. Menurut pendapat saya
sekarang sudah tiba saatnya, bahwa kita harus melakukan 100% bisnis, 100%
spiritual.
Jadi tidak perlu lagi ada polarisasi : kalau saya berbisnis, tidak perlu spiritualitas,
kalau saya mandalami spiritualitas, tidak boleh lagi berbisnis. Atau dengan cara
kedua, balancing, saya berbisnis dengan cara yang tidak spiritual. Boleh korupsi
asal hasilnya saya sumbangkan untuk kegiatan spiritual.
Menurut saya, sekarang the ultimate stage adalah stage ketiga. Kita bisa
melakukan 100% bisnis dan spiritual sekaligus. Dan kalau kita perse mpit dalam
dunia marketing, orang akan bertanya – Tanya, apa bisa kita menjalankan 100%
marketing 100% spiritual?
Keraguan ini muncul karena banyak orang salah mengerti, yang dimaksud dengan
marketing hanyalah selling. Dan kebanyakan salesman adalah orang yang omong
besar dan manis. Yang dijanjikan seperti ini, tapi yang diserahkan bukan itu. Hal
ini membuat banyak orang salah mengerti. Marketing diidentikkan dengan selling.
Sedangkan selling itu diidentikkan dengan cheating. Ini yang keliru!
Kalau kita telusuri lebih mendalam akar – akar marketing yang sebenarnya, saya
menemukan sepuluh hal yang saya piker sama sekali tidak boleh dipertentangkan,
bahkan tidak boleh diseimbangkan, tetapi harus diintegrasikan dengan nilai – nilai
spiritual. Dari telusuran saya bersam tim, ternyata di dalam Kitab Suci dan Hadist
banyak sekali ditemukan nilai – nilai spiritual dalam bisnis. Perkenankanlah saya
untuk mengutarakan konsep “The 10 Credos of Compassionate Marketing”
berikut ini satu per satu, mudah – mudahan ada inspirasi untuk kita semua.

Tidak ada komentar: